Mengulas dan Mensosialisasikan Pikiran KH. Sahal Mahfudz
Oleh : Syaparudin. J, S.Sos
Ketua Umum PW.GP. ANSOR Kaltim
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Kehidupan beragama pada tataran ritual dengan segala sarana dan prasarananya serta kelembagaannya menunjukkan tingkat perkembangan yang sangat pesat. Kesemarakan yang terjadi pada tiap-tiap momentum keagamaan, seperti ibadah puasa pada bulan ramadhan, ibadah haji pada musim haji (jumlah jama’ah haji Indonesia adalah yang terbesar didunia), perayaan hari-hari besar Islam serta upacara-upacara keagamaan menunjukkan bahwa semangat beragama warga bangsa kita tidak kalah dengan negara Islam yang lain. Sarana ibadah, dakwah dan pendidikan serta lembaga keagamaan seperti masjid, mushalla, majelis ta’lim, pesantren, islamic centre, madrasah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pengkajian Islam yang semakin banyak jumlahnya. Organisasi massa Islam dan parpol Islam juga ikut berlomba-lomba memajukan Islam dan kaum muslimin. Kita patut mensyukuri perkembangan ini.
Namun demikian sangat patut diperhatikan bahwa realitas sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara keseluruhan menunjukkan prestasi yang sangat mengecewakan. Semarak kehidupan beragama seperti digambarkan diatas terbukti kurang memiliki korelasi positif terhadap peningkatan kualitas akhlak dan moralitas ummat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga mutu kehidupan bangsa tak kunjung membaik, bahkan ada tanda-tanda semakin menurun. Pada ranah sosial kemasyarakatan telah terjadi berbagai penyakit sosial yang kian membuat kita miris. Pengangguran di mana-mana, kriminalitas merajalela, solidaritas dan nilai-nilai persaudaraan makin menipis, kekerasan dan konflik antar kelompok makin sering terjadi, dan yang amat gawat perilaku mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain telah menjangkiti masyarakat luas.
Dalam bidang pengelolaan pembangunan dan sumberdaya negara juga terjadi hal yang tidak kalah buruknya. Disamping pengambilan keputusan yang sering tidak tepat, salah urus dan inefisiensi dengan tingkat rata-rata 30 % dihampir semua sektor, Indonesia terus menduduki peringkat teratas di Asia dan ketiga di dunia dalam bidang korupsi. Hampir semua orang sepakat bahwa krisis multidimensi yang melanda Indonesia disebabkan oleh penyelenggaraan negara yang buruk dan oleh korupsi.
Islam dalam pengertiannya yang kaffah, disamping mengatur hubungan manusia dengan Allah, juga memberikan dasar-dasar etika dan moral antara hubungan manusia dengan sesama dalam kehidupan kemasyarakatan, ekonomi dan politik termasuk prinsip-prinsip pengelolaan lembaga politik dan kekuasaan yang bernama negara (al-daulah). Berkaitan dengan fenomena maraknya korupsi, kita bisa melihat prinsip-prinsip moral / keagamaan prihal “ keuangan negara (publik)”, konsep harta halal dan haram dan ajaran tentang etika (al-akhlak al karimah) yang telah diajarakan oleh Islam.
Islam menegaskan bahwa pada hakikatnya uang dan harta negara (publik) adalah uang dan harta Allah yang diamanatkan kepada pemerintah, bukan untuk penguasa dan para pejabat, melainkan untuk di-tasharruf-kan (dipersembahkan) bagi sebesar-besarnya untuk kemaslahatan seluruh rakyat, tanpa diskriminasi atas dasar apapun. Setiap dzarrah dari uang dan kekayaan negara harus dipertanggung-jawabkan dihadapan Allah (dihari akhirat nanti) dan dipertanggung-jawabkan didepan rakyat banyak (didunia).
Sesuai petunjuk Islam uang dan harta negara haruslah di tasharrufkan (dipersembahkan) sejujur-jujurnya dengan cara setepat-tepatnya agar mampu mewujudkan kemaslahatan bagi segenap rakyat. Untuk itu, selain mengacu kepada konsep keadilan (al-adalah), pentasharruf-an ini juga memperhatikan sebenar-benarnya prioritas kepada kaum lemah, orang kecil dan kaum fakir miskin (al-duafa wal mustad afin).
Melihat ketentuan Allah diatas, kejahatan korupsi merupakan pengingkaran terhadap ajaran Allah. Oleh karena itu, merupakan kewajiban seluruh rakyat, baik masyarakat, penguasa, pejabat publik, para cerdik cendekia serta para ulama untuk melakukan kontrol sosial (amar ma’ruf nahi munkar) terus menerus disemua tingkatan dari desa hingga pemerintahan pusat, agar tidak satu sen pun dari harta dan kekayaan negara sebagai milik Allah itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi penguasa, pejabat dan kroninya, atau disalah-gunakan untuk hal-hal yang merugikan rakyat dan melawan tuntutan kemaslahatan dan keadilan bersama, serta pelanggaran atas syariat Allah.
Amar ma’ruf nahi munkar ini mesti dimulai semenjak penetapan keputusan-keputusan menyangkut penggunaan uang negara, seperti penyusunan APBD dan APBN, agar pentasharrufan-nya betul-betul sesuai dengan azas kemaslahatan bagi semua dan memprioritaskan nasib rakyat bawah. Selanjutnya, ikhtiar ini perlu dilakukan terus-menerus pada fase pelaksanaan sehingga tidak ada satu lobangpun kesempatan bagi para koruptor melaksanakan niatnya. Selain itu, bangsa kita berkewajiban mengingatkan (tawasshawbilhaq) para penegak hukum atas amanat yang dibebankan kepada mereka serta memberikan dukungan untuk bertindak tegas terhadap para penjarah uang negara dan pengkhianat amanat rakyat.
Disisi lain, agama memerintakan kepada kita agar hanya memakan dan memakai harta yang halal. Islam menyuruh kita untuk mencari rezeki yang halal dan menjauhkan diri dari rezeki yang haram. Kehalalan dan ke haraman rezeki bukan hanya ditentukan oleh dzatnya melainkan juga oleh bagaimana kita memperolehnya. Contoh : Daging babi dan minuman keras haram karena dzatnya, daging ayam dari sari kelapa curian haram karena cara memperolehnya tidak dibenarkan oleh agama.
Kehalalan dan keharaman dari segi cara mendapatkan ini terkait dengan prinsip islam dalam penjaminan hak milik yang sah bagi seseorang atau suatu lembaga, tidak bisa berubah menjadi milik orang atau lembaga lain kecuali dengan cara-cara yang dibenarkan agama (bi-al Thuruq al-masyru^ah).
Perpindahan hak miliki bisa dibenarkan agama jika melalui proses transaksi yang syar’i, baik bersifat muawadlah (imbal balik) seperti jual beli, aqad sewa,hutang piutang, tukar menukar dan sebagainya, maupun yang bersifat tabarru’ (pemberian tanpa imbalan) seperti hibah, hadiah, sadaqah, wakaf, infaq, wasiat dan sejenisnya. Cara halal yang lain adalah melalui penggantian orang dari orang, yaitu pewarisan, penggantian barang dari barang yakni penggantian kerugian berupa barang atau uang atas tindak kejahatan atau pelanggaran pidana atau perdata.
Perpindahan kepemilikan tidak sah jika dilakukan melalui cara-cara antara lain mencuri, merampok, menipu, mengutil, menggelapkan, riba, suap dan segala jenis korupsi. Selama berstatus haram, maka harta tersebut tidak bisa dimakan atau digunakan karena bukan miliknya. Harta hasil korupsi jika dimakan dan menjadi darah dalam tubuh, akan senantiasa mendorong untuk melakukan kemunkaran. Jika menjadi sperma akan melahirkan generasi yang tercemar, dan jika dipakai akan melahirkan kemaksiatan dan kemunkaran, demikian seterusnya.
Harta hasil korupsi juga akan membuat nilai ibadah akan merosot, bahkan tidak sah dan tidak diterima oleh Allah. Maka yang bersangkutan berkewajiban mengembalikannya kepada pemilik yang sah. Selain itu, pelakunya diancam oleh Allah dengan siksa neraka (diakhirat) sesuai dengan kadar dosanya dan ia harus mendapatkan hukuman (punishment) didunia sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku serta azas keadilan.
Korupsi merupakan tindakan amoral yang bertentangan secara diametral dengan nilai-nilai luhur yang harus melekat pada diri seorang mukmin. Seorang mukmin dituntut bersifat jujur (al-shadiq), menjunjung tinggi amanat (al-amain), dermawan (al-sakho), kasih sayang (al-rahim), suka menolong (al-ta’awun), dan sebagainya. Sementara seorang koruptor merupakan cerminan pribadi yang penipu (al-kadzib), pengkhianat (al-khain), serakah (al-thama’), kejam dan buas (al-mutawakhish), dan sebagainya.
Adalah kewajiban segenap umat Islam untuk saling mengingatkan serta amar ma’ruf nahi munkar, dengan mengembangkan budaya malu melakukan korupsi ditengah masyarakat. Serta membuat gerakan anti korupsi dengan menyerukan hidup bersih dan halal melalui mimbar-mimbar agama dan diseluruh kegiatan pendidikan.
Patut kita syukur bahwa Nahdlatul Ulama dalam berbagai kesempatan menyerukan dilakukannya gerakan memberantas korupsi. Bahkan dalamberbagai keputusannya, baik dalam forum Muktamar, Munas, dan Konber, NU menegaskan sikap yang keras: mengutuk korupsi. Hal diharapkan bisa bahan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat luas, khususnya warga NU. Selain itu, NU juga memberikan saran, masukan, bahkan tuntutan kepada pemegang otoritas politik, pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih serius memberantas korupsi.
Kesimpulan penutup
Intinya korupsi merupakan tindakan yang tidak terpuji, merupakan tindakan amoral yang hanya menguntungkan diri sendiri atau memperkaya diri sendiri, merugikan kepentingan publik, dan tindakan tersebut bertentangan dengan syar’i (hukum islam). sipelaku jelaslah bukan figur yang amanah, bahkan perilaku seorang koruptor adalah cerminan pribadi yang penipu (al-kha’in), serakah (al-Thama’), kejam dan buas (al-Mutawakhish). Sekian karya kecil ini saya sampaikan kepada khalayak luas. Semoga ada manfaatnya. Amien.