Punya blog atau web, daftar dengan klik dibawah ini untuk tambahan duit

Monday, May 21, 2007

Ansor dan Semangat Kabangsaan

Hari ini Indonesia kita tengah mengalami proses pergeseran nilai, dari watak nasionalistik kepada watak kedaerahan. Keterkikisan nilai-nilai kebangsaan tersebut jika dibiarkan begitu saja, tentu dapat berakibat buruk bagi bangunan kebersamaan atas dasar lintas suku, budaya, bahasa dan agama dalam bingkai ke Indonesia-an (ukhuwwah wathoniah).

Menguatnya semangat kedaerahan, kesukuan, dan eksluvitas beragama, menurut saya adalah wujud dari perlawanan terhadap gerakan politisasi atas nilai-nilai kebangsaan yang tidak bersumber pada kejujuran dan keadilan dalam hal penghargaan atas pluralitas-kebhenika-an dalam pengelolaan dan pengaturan seluruh sumber-sumber ekonomi dan politik kenegaraan selama kurun 60 an tahun negeri ini. Pengelaolaan negara dengan cara yang monolitik, hegemonik, dan centralistik tersebut telah mendistorsi nilai-nilai kebangsaan itu sendiri. Dari watak yang demikianlah sesungguhnya cikal-bakal menguatnya semangat kedaerahan disemua daerah dan apabila hal tersebut tidak diantisipasi secara arif dan bijaksanan tentu dapat mengancam masa depan Indonesia itu sendiri.

Esensi hidup adalah kebersamaan, maksudnya adalah kebersamaan yang dilandasi oleh semangat kebangsaan dan kemanusiaan, dan semangat tersebut meniscayakan adanya saling harga mengahargai antara satu dengan yang lainnya dengan tidak membedakan suku, daerah, bahasa dan agama. Dari sinilah kemudian kita baru mulai menata berbagai regulasi kekuasaan, mulai membangun watak kebangsaan dan terbangunnya relasi bangsa-negara (nation state) secara kuat, serta dari sini pulalah kemudian diharapkan tumbuhnya kearifan-kearifan lokal untuk membangun cita-cita nasional.

Bahwa terlepas dari aspek politisasi yang mendistorsi makna kebangsaan dan mengakibatkan krisis dan menipisnya rasa solidaritas kebangsaan. Biasanya solidaritas kedaerahan, kesukuan dst dilandasi oleh faktor daerah selama selalu dipinggirkan dalam proses pembangunan. Daerah selama ini selalu menjadi obyek (pasif) yang diperas, dan biasanya pembangunan didaerah selalu top down dan tidak berbasis realitas, dari sinilah kemudian masyarakat tidak merasa memiliki dan tidak bertanggung-jawab terhadap pembangunan didaerahnya.

No comments: